Melalui karya mereka yang kadang tidak dianggap sebagai sebuah karya, mereka tunjukkan bahwa cinta, kasih sayang, dan pengorbanan inti arti kehidupan.
Sudut ruang sebuah Desa di Kecamatan Kunduran, tepatnya di Desa Muraharjo. Membuat kisah tentang sepasang Tuna Netra, Kamto dan istrinya. Dua jiwa yang terjalin dalam ikatan takdir di sudut desa yang sunyi. Mereka telah bersama selama 15 tahun, merajut cinta yang tak lekang oleh waktu. Anak tunggal mereka, remaja kecil yang tak pernah manja, bersekolah di SMPN 3 setempat. Meski menghadapi tantangan yang mengharuskan mereka meraba dunia tanpa cahaya, hati mereka tetap setegar karang tak goyah diterjang ombak kehidupan.
Hidup mengajarkan mereka untuk tak pernah menyerah, terus berjuang di antara bayangan. Keterbatasan penglihatan hanya menjadi pendorong bagi mereka untuk berkarya, untuk menjadi pribadi yang berguna bagi sesama. Mereka belajar mensyukuri pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan dengan menjadi tukang pijit. Dalam setiap sentuhan, mereka berusaha menghilangkan lelah dari tubuh sesama warga yang lelah berjuang keras menafkahi keluarga.
Saat tangan mereka menyentuh kulit yang letih, hati mereka tersentuh oleh rasa syukur akan kemampuan yang telah diberikan Tuhan pada mereka. Tidak ada keinginan besar untuk imbalan berlebih, hanya sejumput ungkapan rasa terima kasih serta senyum tulus dari mereka. Dari sesama warga yang merasakan manfaat dari sentuhan penyembuhan mereka.
Dan teramat mengharukan, meskipun dunia mereka gelap, mereka mengaku selalu bahagia. Bahagia ketika mendengar tawa riang sang anak tunggal yang menjadi sumber kebahagiaan terbesar dalam hidup mereka. Setiap kali anak itu berangkat ke sekolah, setiap kali ia pulang dengan penuh semangat untuk menceritakan pengalaman-pengalamannya selama di Sekolah, hati kedua orang tua itu berbunga seakan mampu melihat dunia indah dalam imajinasinya.
Mereka belajar untuk menghargai setiap detik dalam hidup, bahkan detik-detik yang kelam sekalipun. Di mata mereka, kebahagiaan bukanlah tentang melihat dunia dengan mata lahir, melainkan melihat dunia dengan batin yang penuh cinta dan pengertian. Mereka mampu menyentuh hati manusia lainnya karena mereka mampu menyentuh hati mereka sendiri, mengatasi keterbatasan dan menjadikannya kekuatan.
Dalam setiap tarikan nafas, mereka menyadari betapa berharganya hidup ini, betapa indahnya memberikan manfaat bagi orang lain tanpa mengharapkan balasan berlebih. Melalui karya mereka yang kadang tidak dianggap sebagai sebuah karya, mereka menunjukkan bahwa cinta, kasih sayang, dan pengorbanan adalah inti dari makna kehidupan. Dalam setiap sentuhan yang mereka berikan.
"Hampir setengah jam, saya hampir tidak dapat berkata apa-apa saat pertama kali datang kepada mereka," ungkap Munawar Anggota DPRD Blora, Kamis (20/7/2023) di Kunduran Blora.
Ketika ditanya media, apa yang telah disumbangkan pada mereka, Politisi dari PKB ini hanya bisa menjawab, "Sumbangan yang saya berikan tidak sebanding dengan pembelajaran yang saya terima dari mereka. Saat ini saya hanya ingin bisa tersenyum dan tertawa bersama orang-orang seperti mereka." (AW)
KOMENTAR