Amin Faried Wahyudi, Direktur LSM Blora Critis Center, secara terbuka mengkritik biaya pendidikan di Kabupaten Blora dalam sebuah wawancara ...
Amin Faried Wahyudi, Direktur LSM Blora Critis Center, secara terbuka mengkritik biaya pendidikan di Kabupaten Blora dalam sebuah wawancara di Kawasan Tirtonadi Blora pada Kamis (2/5/2024). Menurutnya, biaya pendidikan di daerah tersebut dapat dianggap mahal dengan sejumlah alasan yang diungkapkan.
Anggaran Pendidikan Blora Relatif Rendah
Salah satu alasan utama yang disebutkan oleh Amin Faried adalah kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Blora terutama dalam hal penganggaran pada sektor pendidikan. Dana pendidikan yang disediakan dinilai masih kurang memadai, yang menyebabkan kurangnya sumber daya dan infrastruktur pendidikan.
Potensi KKN dan Pungutan Biaya Tambahan
Tak hanya itu, Amin Faried juga membidik potensi praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang dapat saja terjadi dalam dunia pendidikan, yang dapat membuat biaya pendidikan tidak transparan dan cenderung mahal. Selain itu, pungutan biaya tambahan yang sering dilakukan oleh sekolah di luar biaya yang ditetapkan oleh pemerintah setempat juga menjadi beban tambahan bagi orang tua dan siswa.
Kurangnya Fasilitas Pendidikan dan Kurang Perawatan
Faktor lain yang turut menyebabkan biaya pendidikan di Blora terasa mahal adalah kurangnya fasilitas yang memadai dan kurang perawatan di sekolah-sekolah. Terkadang, sekolah secara diam-diam perlu menarik biaya tambahan untuk memperbaiki fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar.
Faktor Pendapatan Masyarakat Kabupaten Blora
Menurut Amin Faried, pendapatan masyarakat yang secara umum masih rendah juga menjadi faktor penting yang membuat biaya pendidikan terasa mahal. Meskipun sudah ada program-program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan berbagai beasiswa, faktanya masih banyak yang belum tersentuh oleh program-program tersebut.
Keterbatasan Jangkauan dan Informasi Akses Program
Beberapa kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan jangkauan, kurangnya informasi, kesulitan birokrasi, dan ketidaksesuaian program. Misalnya, tidak semua keluarga pra-sejahtera terdaftar di basis data penerima KIP, dan proses seleksi beasiswa yang ketat membuat banyak pelajar tidak dapat mengaksesnya.
Upaya Pemerintah Belum Cukup
Amin mengakui bahwa telah ada upaya-upaya positif dari Pemerintah Pusat maupun Pemkab Blora dengan adanya program-program seperti di atas, tapi biaya pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah bagi sebagian kalangan. Keterbatasan KIP dan beasiswa, peningkatan biaya pendidikan setiap tahunnya, dan ketimpangan ekonomi di masyarakat menjadi faktor-faktor utama yang menyulitkan akses pendidikan.
Solusi yang ditawarkan BCC
Menurut Direktur BCC Amin Faried Wahyudi, untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan langkah-langkah seperti meningkatkan jangkauan KIP dan beasiswa, mempermudah akses informasi, memperbaiki proses birokrasi, meningkatkan besaran bantuan, dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat menjadi lebih terjangkau dan berkualitas bagi semua.