Oleh : Arief Wicaksono sebagai Ucapan Selamat Hari Bhayangkara ke-79
Tujuh puluh sembilan tahun bukan usia muda bagi institusi Polri. Dalam perjalanannya, kita menyaksikan banyak dinamika—capaian dan kekurangan, kritik dan pengakuan. Namun hari ini, izinkan kami berbicara sebagai mitra sosial: memberi apresiasi yang sewajarnya kepada jajaran Polri yang bekerja diam-diam di lapangan. Mereka yang tak mengejar panggung, tapi tetap berdiri menjaga keamanan rakyat dengan hati dan ketegasan.
Sebutlah Kapolres Blora, jajaran Kapolsek di wilayah Blora dan tim Resmob Polres Blora, juga yang lainnya, yang selama ini menunjukkan komitmen nyata dalam menjawab keresahan warga. Kami mencatat, tak sedikit kasus kejahatan jalanan, pencurian ternak, hingga konflik sosial yang berhasil ditangani dengan pendekatan cepat, responsif, dan manusiawi. Mereka hadir bukan hanya dengan seragam, tapi juga dengan empati.
Dalam pidato perdananya sebagai Presiden Republik Indonesia di Hari Bhayangkara ke-79, Bapak Prabowo Subianto menegaskan sebuah pesan penting yang kami rasa layak direnungkan bersama:
“Polisi Indonesia tidak boleh seperti polisi di negara maju yang sudah kaya. Mereka harus ada di tengah rakyat, mendengar jeritan hati rakyat... membela rakyat, terutama yang paling lemah, tertindas, dan miskin.”
Kutipan ini bukan hanya kalimat seremonial. Ini panggilan nurani. Dan kami percaya, semangat ini telah lebih dulu dijalankan oleh sebagian aparat kepolisian di Blora, bahkan sebelum kata-kata itu digaungkan.
Sebagai media dan mitra sosial, kami bukan atasan mereka. Tapi kami juga bukan pihak yang acuh. Kami berdiri di posisi yang wajar untuk memberi dukungan moral bagi mereka yang telah bekerja dengan baik, dan memberi catatan jika ada yang melenceng. Karena kami tahu, kepercayaan publik terhadap Polri hari ini sedang diuji.
Kami juga paham: menjadi polisi tidak mudah. Tekanan datang dari berbagai arah, termasuk dari sistem yang kadang masih jauh dari ideal. Namun justru di tengah kesulitan itulah, nilai luhur seorang Bhayangkara diuji: apakah ia tetap teguh pada jalan rakyat, atau malah larut dalam gelombang kekuasaan?
Dan jika kita menengok sejarah Nusantara, nama Bhayangkara bukanlah istilah baru. Ia telah hidup sejak masa kejayaan Majapahit. Bahkan Patih Gajah Mada, tokoh yang melegenda karena Sumpah Palapa-nya, berasal dari satuan pengawal kerajaan yang disebut Bhayangkara. Dari sanalah ia naik, bukan hanya karena kesetiaannya, tetapi karena gagasannya tentang persatuan Nusantara.
Maka, besar harapan kami agar semangat itu—semangat Bhayangkara sejati—mampu diwarisi oleh institusi Polri hari ini. Semangat untuk bersatu, mengayomi, dan menjaga Indonesia, bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan keteladanan dan keberpihakan kepada rakyat.
Di usia Bhayangkara ke-79 ini, mari kita hargai mereka yang tetap lurus. Yang tetap memilih untuk berada di antara rakyat, bukan di atas rakyat. Yang memilih bekerja diam-diam, tanpa kamera, tapi nyata hasilnya.
Kami percaya, perubahan Polri bukan sekadar soal lembaga. Ia dimulai dari individu. Dan selama individu baik masih ada, maka harapan akan selalu punya tempat.
Selamat Hari Bhayangkara ke-79. Teruslah menjadi Bhayangkara yang dicintai rakyat, dan semoga setiap langkahnya mewarisi perjuangan Patih Gajah Mada—menyatukan, bukan menceraikan.
Dari kami,