"Semoga air kembali mengalir dengan mudah dan melimpah, menghiasi kehidupan masyrakat Blora," doa Siti Rochmah Yuni Astuti Ketut Sanjaya.
Padukuhan Tengger, Sidomulyo, Banjarejo, sebuah desa tersembunyi. Di bawah matahari terik, warga-warga menjalani masa kekeringan yang tiada tara. Alam telah merenggut sumber-sumber air, membuat jiwa-jiwa merindukan sentuhan air bersih. Pada suatu hari, menjelang senja, cahaya harapan turun dari langit dalam bentuk mobil tangki, membawa berkah air yang mereka nantikan.
Warga berkumpul di RT 3 RW 2 dan RT 5 RW 2, mengantri dengan sabar, mengelilingi mobil berisi 5000 liter air murni. Antrian ember, tong, dan jeriken menjadi tanda rasa sabar mereka yang tak berujung. Mereka tahu, air itu bukan sekadar barang yang berlalu tanpa makna, melainkan nafas kehidupan bagi mereka.
Bantuan air ini ternyata datang dari seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Blora, Siti Rochmah Yuni Astuti, dengan panggilan mesra "Mak,e Ketut Sanjaya".
Suara syukur terdengar dari Damiyanti, salah satu warga, yang berkata, "Alhamdulillah, akhirnya air yang kami nantikan telah tiba. Kami bisa mandi, bisa wudhu, dan terima kasih yang tak terhingga kepada Mak'e Ketut Sanjaya atas cinta dan bantuannya."
Damiyanti juga menceritakan kisah kesulitan mencari air selama musim kemarau. Sumur-sumur ada, tetapi tak mampu menghilangkan haus dahaga mereka. Sumber air sanyo kering. Mereka harus mencari air di luar Padukuhan, menjelajah untuk bertahan.
Mak'e Ketut Sanjaya, Anggota Komisi D DPRD Blora, membawa harapan dalam matanya. Ia menjelaskan bahwa bantuan ini adalah awal dari sebuah perjalanan. "Karena saya mendengar jeritan rakyat, saya bergerak untuk mencari air bersih dan membawanya ke Dukuh Tengger," ujarnya. "Bantuan air bersih seperti ini harus segera diupayakan untuk menolong warga yang terdampak kekeringan, tidak hanya di desa ini saja, namun juga ke desa-desa lainnya. Tentunya, saya berharap dengan adanya bantuan ini, bisa memudahkan, meringankan serta bermanfaat bagi warga untuk mendapatkan air bersih kembali."
Sulatin, warga dari RT5 RW 2 Sidomulyo, juga merasakan keparahan musim kemarau ini. Air telah bersembunyi, menjelma jadi rahasia yang sulit ditemukan. Ia mengatakan, "Tahun ini yang terparah, sebelumnya gak kayak gini. Kami semua warga disini untuk nyari air satu jerigen kadang susah ya. Sumur bor sebagian udah punya, tapi kan harus nunggu berjam-jam, kadang smpe dua jam baru ada airnya bisa diambil untuk kebutuhan sehari-hari."
Dalam distribusi air bersih tersebut, sopir tangki berjuang keras di antara warga yang berebut barang berharga ini. Ember-ember penuh air diangkat ke rumah-rumah mereka dengan hati-hati, seperti membawa harta karun. Ibu-ibu sibuk memindahkan air dari ember besar ke ember kecil, membuatnya lebih ringan untuk diangkut.
Semua seakan menjadi sebuah lukisan hidup tentang kekeringan di Blora, di mana air adalah harta yang tak ternilai harganya. Semoga musim kemarau ini segera berakhir dan Padukuhan Tengger dapat bernafas lega. "Semoga air kembali mengalir dengan mudah dan melimpah, menghiasi kehidupan masyrakat Blora," doa Siti Rochmah Yuni Astuti Ketut Sanjaya.