Iwan Seken dari FBS Front Blora Selatan gelisah akan rakyat selalu jadi korban, tragedi berulang, seakan negara hanya jadi pemadam kebakaran.
Kebakaran sumur minyak di Desa Gadu, Kecamatan Bogorejo, Blora, bukan sekadar kecelakaan. Peristiwa memilukan yang menelan korban jiwa ini menjadi cermin rapuhnya tata kelola sumber daya alam, khususnya sumur minyak rakyat yang banyak beroperasi tanpa prosedur keselamatan kerja.
Seorang aktivis lingkungan Blora, Mardi Setyawan (Iwan Seken) dari FBS Front Blora Selatan, di Stasiun Blora, Rabu (20/8/2025), dengan suara bergetar menuturkan kegelisahannya. “Setiap kali ada kebakaran sumur, masyarakat selalu jadi korban. Padahal ini tragedi berulang, tapi negara seolah hanya jadi pemadam kebakaran. Datang setelah ada korban, lalu hilang lagi tanpa solusi nyata,” ujarnya.
Iwan menegaskan, aktivitas tambang minyak ilegal di Blora adalah bom waktu yang sejak lama dibiarkan. Sumur-sumur liar itu tidak pernah mematuhi standar operasional, tidak memiliki sistem keselamatan, dan sama sekali tidak peduli terhadap dampak lingkungan. “Bayangkan, di sekitar sumur banyak rumah penduduk, kebun, sawah dan priporti lainnya. Begitu ada percikan api, ledakan bisa merenggut nyawa siapa saja. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga kejahatan kemanusiaan,” tegasnya.
Menurut Iwan, pemerintah dan aparat keamanan tidak boleh lagi kompromi. Penutupan sumur minyak ilegal harus dilakukan secara menyeluruh dan transparan. “Kalau pemerintah terus diam, itu artinya negara sedang membiarkan warganya berjalan di atas bara api. Setiap detik ada potensi korban baru,” tambahnya.
Namun, Iwan juga mengingatkan, penutupan bukan sekadar menutup kran. Ia menekankan perlunya solusi jangka panjang. “Masyarakat menggantungkan hidup dari sumur minyak ini. Karena itu, tata kelola harus jelas: apakah lewat skema kemitraan dengan Pertamina, koperasi warga, atau sistem lain yang memastikan ada pendapatan, tapi tetap sesuai SOP keselamatan kerja dan ramah lingkungan,” katanya.
Bagi Mardi, tragedi Gadu harus menjadi titik balik. Pemerintah tidak bisa lagi menutup mata. Aparat keamanan, menurutnya, harus berani membongkar aktor-aktor besar yang selama ini bermain di balik tambang ilegal, bukan hanya menyalahkan pekerja lapangan. “Kalau hanya menindak warga kecil, itu tidak adil. Harus dibongkar siapa yang mendanai, siapa yang membeli minyak, siapa yang melindungi bisnis kotor ini,” seru Mardi.
Di akhir percakapan, ia mengingatkan dengan nada keras: “Kalau negara benar-benar hadir, hentikan sekarang juga. Tutup sumur minyak ilegal, tegakkan hukum, dan bangun tata kelola yang berpihak pada rakyat sekaligus menjaga lingkungan. Jangan tunggu korban berikutnya.”
Tragedi Gadu adalah peringatan pahit bahwa waktu tidak bisa ditunda lagi. Api yang menghanguskan nyawa harus menjadi titik tegas: keselamatan rakyat lebih penting daripada keuntungan segelintir orang. (XCrot)