Rohmat Dwianto Gawiek menilai kebakaran sumur ilegal di Dukuh Gedono Blora sebagai peristiwa luar biasa, sekaligus peringatan serius soal pengelolaan.
Kebakaran hebat yang melanda salah satu sumur minyak ilegal di Dukuh Gedono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora pada Minggu (17/8/2025), menuai keprihatinan mendalam dari Rohmat Dwianto Gawiek, Pemerhati Pertambangan Migas Blora. Ia menilai tragedi yang menewaskan tiga orang warga ini sebagai “peristiwa luar biasa, namun juga sangat memprihatinkan.”
Menurut Gawiek, peristiwa itu menjadi bukti nyata bagaimana aktivitas pengeboran ilegal penuh risiko. “Dikarenakan ilegal, SOP-nya pasti akan dihilangkan, kaidah-kaidah keselamatan akan diabaikan. Yang difikirkan hanyalah fulus, itu yang sering terjadi di Blora saat ini,” tegasnya.
Tantangan “Sumur Rakyat” dan Minimnya Edukasi
Gawiek menyoroti wacana pengelolaan sumur rakyat yang kini marak dibicarakan. Menurutnya, tanpa regulasi dan edukasi yang jelas, potensi kekacauan semakin besar.
“Apakah nanti di bawah BPE, UM, atau koperasi? Harus ada edukasi. Kalau tidak, ya terjadinya seperti ini. Spekulasi-spekulasi lapangan justru merugikan warga. Sekarang sudah ada tiga orang meninggal, siapa yang bertanggung jawab?” ujarnya.
Ia menambahkan, pengelolaan migas Blora tidak boleh hanya berbasis kalkulasi ekonomi. “Jangan hanya hitung-hitungan duit, tapi gunakan hati dan sikap kehati-hatian,” pesannya.
4.143 Sumur Tua dan Potensi Chaos
Gawiek mengingatkan, ke depan ada sekitar 4.143 titik sumur tua di Blora yang bisa dieksploitasi. Jika tidak ditangani serius, Blora bisa menghadapi risiko lebih besar.
“Bayangkan, baru satu sumur di Gedono yang terbakar saja kita sudah kalang kabut. Pertamina sampai turun tangan, padahal tidak ada kontrak kerja sama. Sekarang siapa yang bertanggung jawab? Kasihan, ada nyawa melayang, ada warga kehilangan hak hidup, dengan zero safety,” tandasnya.
Warning untuk Pemkab Blora dan Aparat
Gawiek menegaskan perlunya tindakan cepat dan tegas dari Pemkab Blora serta aparat penegak hukum. Menurutnya, pemerintah daerah harus segera melakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap dalang di balik aktivitas ilegal tersebut.
“Penindakan hukum selama ini sangat lamban, contohnya di Plantungan. Padahal semua bermula dari sana. Kalau dari awal tegas, mungkin tidak akan merembet seperti ini. Di 16 kecamatan Blora semua punya sumber minyak, makanya ketegasan aparat sangat diperlukan,” pungkasnya.