Edy Wuryanto, “Dana Rp525 Miliar Harusnya Putar di Blora, Bukan Keluar Daerah” Di sela-sela sosialisasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) ...
Edy Wuryanto, “Dana Rp525 Miliar Harusnya Putar di Blora, Bukan Keluar Daerah”
Di sela-sela sosialisasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Blora, Anggota DPR RI Komisi IX Edy Wuryanto turun langsung meninjau pelaksanaan Sentra Pemberdayaan Pangan Gizi (SPPG) yang menjadi ujung tombak implementasi program tersebut, Rabu (22/10).
“Kami harus menjamin SPPG ini higienis, baik dari sisi sarana, SDM, maupun SOP-nya. Kami juga fokus pada SLHS dan SPM, semuanya harus dimiliki oleh SPPG,” ujar Edy yang saat itu didampingi Direktur Promosi dan Edukasi.
Ia menyebutkan, saat ini baru 13 SPPG di Blora yang sudah memiliki SLHS dan SPM. “Ini bukan sekadar sertifikat, tapi bentuk pendampingan agar SPPG betul-betul berdaya,” lanjutnya.
Daerah 3T Belum Terjamah, Pemerintah Diminta Arahkan Layanan
Edy juga menyoroti belum meratanya jangkauan penerima manfaat, terutama bagi balita, ibu hamil, dan menyusui di wilayah terpencil.
“Daerah-daerah 3T seperti Tanggel di Kecamatan Randublatung itu masih belum terjamah MBG. Padahal itu daerah hutan, banyak warga miskin. Pemerintah daerah harus mengarahkan pelayanan agar mengakomodasi warga di wilayah 3T,” tegasnya.
525 Miliar Potensi Per Tahun Jangan Lari ke Luar Blora
Politisi asal PDI Perjuangan itu mengingatkan, ekosistem pasokan bahan baku untuk program MBG sangat besar, bahkan mencapai Rp525 miliar per tahun. Karena itu, Edy mendorong agar Pemkab Blora memastikan perputaran ekonomi tetap di dalam daerah.
“Kalau diperkirakan, untuk komoditas telur, satu SPPG butuh sekitar 4.000 ayam petelur. Kalau dikalikan 73 SPPG, berapa besar potensinya? Jangan sampai telur ngambil dari kabupaten lain,” ujarnya retoris.
Untuk bahan baku lain seperti lele, Edy menjelaskan, satu dapur membutuhkan sekitar 80 kolam, masing-masing berisi 1.500 ekor ikan. Pemerintah daerah diminta mendorong ini dengan memberdayakan warga miskin desil 1 dan desil 2 agar ikut dalam rantai produksi.
Pisang, Melon, dan Semangka Bisa Ditanam di Blora Sendiri
Edy menilai, potensi pertanian Blora yang luas harus dimaksimalkan. Ia mencontohkan, kebutuhan pisang untuk dapur MBG seharusnya tidak perlu didatangkan dari luar daerah.
“Masak sih, untuk kebutuhan pisang, dapur MBG Blora harus ngambil dari Jawa Timur? Tanah hutan Blora luas, tanam pisang itu mudah. Satu dapur paling tidak butuh 1,5 hektar kebun pisang. Tinggal dikalikan berapa jumlah dapur, belum buah lain seperti melon, semangka, dan sebagainya,” ujarnya.
Edy menegaskan, jika semua bahan diambil dari luar daerah, maka Blora kehilangan potensi ekonomi besar. “Eman kalau Rp525 miliar per tahun tidak digunakan untuk mendorong ekonomi warga Blora sendiri,” katanya.
Peringatan Soal Inflasi dan Daya Beli Masyarakat
Edy menutup kunjungannya dengan peringatan serius, jika pasokan bahan baku tidak terjaga, dampaknya bisa meluas ke kenaikan harga pangan.
“Kalau bahan baku susah, bisa terjadi inflasi. Kasihan warung-warung kecil, beli telur mahal, beli ayam mahal, akhirnya harga makanan jadi naik. Jangan sampai ini terjadi,” pungkasnya.


