Menilik Kembali Konsep Education for All Kabupaten Blora. Oleh : Heri ireng
Beberapa bulan lalu, Wakil Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati, ST. MM di Pendopo Kecamatan Sambong pernah menjelaskan betapa pentingnya Investasi Sumber Daya Manusia Kabupaten Blora. Memang, pada saat itu dalam konteks penyelesaian masalah stunting. Namun, penjelasan Wakil Bupati Blora ini seakan mengingatkan kita untuk kembali menilik konsep Education for All atau Pendidikan Universal di Kabupaten Blora tercinta.
Tentang Konsep Pendidikan Universal
Education for All (Pendidikan untuk Semua/Pendidikan Universal) ini mulai disosialisasikan melalui Konferensi Internasional di Jomtien Thailand pada tahun 1990. Di Indonesia Pendidikan Universal lebih dikenal dengan PUS atau Pendidikan Untuk Semua.
Deklarasi Education for All menekankan bahwa setiap anak, remaja, dan semua orang dewasa mempunyai hak (Hak Asasi) untuk memperoleh keuntungan dan manfaat dari proses pendidikan yang diarahkan pada pemenuhan semua kebutuhan dasar pembelajaran (basic learning needs) setiap individu.
Pada pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa seluruh penduduk NKRI berhak mendapatkan pendidikan dasar. Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut Pendidikan Dasar adalah Kebutuhan Dasar Pembelajaran atau "basic learning needs".
Lalu, pendidikan dasar yang bagaimana? Yaitu pendidikan dasar yang memberi keuntungan dan manfaat bagi setiap individu. Proses pembelajarannya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan setiap manusia akan ilmu-ilmu pengetahuan dasar.
Kesesuaian dengan Cita-cita Luhur Bangsa Indonesia
Pendidikan Untuk Semua sesuai pula dengan upaya Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Terutama pada pasal 31 ayat (1) bahwa "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran dan pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional" (ayat 2).
Pasal inilah yang menjadi dasar kewajiban bagi pemerintah untuk mengemban program pendidikan untuk semua (education for all). Sehingga kebijakan pendidikan nasional yang diambil harus mampu merespon kondisi masyarakat yang beranekaragam tanpa memandang perbedaan ras, suku bangsa, etnis, agama, sosio-ekonomi, dan budaya yang dianut.
Namun demikian kita mengakui bahwa untuk daerah-daerah tertentu masih banyak warga negara yang belum tersentuh layanan pendidikan terutama mereka-mereka yang tinggal di wilayah terpencil, tergolong miskin dan tidak beruntung.
Fakta juga menunjukan, masih tingginya angka buta huruf di berbagai rentangan umur, masih terdapat anak usia sekolah yang keluar dari sistem persekolahan, belum tertanganinya secara lebih efektif pendidikan anak usia dini, mayoritas masyarakat Indonesia hanya menikmati pendidikan dasar, dan hanya sebagian kecil saja yang sudah berkesempatan mengikuti pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Kebutuhan Minimal Education For All atau Pendidikan Untuk Semua
Paling tidak, terdapat 3 (tiga) jenis proses pembelajaran yang diyakini dapat menggugurkan kewajiban Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sistem Pendidikan Untuk Semua, yaitu
1. Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun
Program Wajar ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga untuk memperoleh pendidikan dasar minimum berdasaran asas pemerataan (equality) dan keadilan (equity).
- Keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun tidak semata-mata menyangkut penyediaan kesempatan belajar, tetapi juga mutu dan relevansinya. Komitmen serius pemerintah dalam mencapai keberhasilan Wajar Dikdas 9 Tahun ini diimplementasikan melalui beberapa kebijakan program berikut ini :
- Meningkatkan daya tampung untuk meningkatkan pemerataan kesempatan melalui ; Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (USB, RKB serta fasilitas pendukung lainnya), Pengembangan SLTP Kecil/MTs Negeri dan Swasta, Pengembagan SLTP Terbuka, Pengembangan SD-SMP Satu Atap, Pemberdayaan pesantren Salafiyah, Pembinaan dan pengembangan SLTPS dan MTsS, Pemberian beasiswa bagi siswa tidak mampu.
- Meningkatan mutu, melaui penyediaan kecukupan sumber-sumber pendidikan, penyediaan jumlah dan mutu guru, termasuk peningkatan mutu proses pendidikan melalui pengembangan dan penyempurnaan kurikulum, pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kependidikan, pengembangan program-program kesiswaan (akademik & non akademik), dan pengembangan program Life Skill.
- Pengembangan pembiayaan pendidikan yang memadai misalnya melalui pendistribusian dana DBO (BOSS), pemberiaan biaya operasional peningkatan mutu (BOMM/SG/SSN).
Namun demikian, dalam kenyataan amat sulit mewujudkan kesempatan dan akses pendidikan dasar bagi semua warga. Penyebabnya adalah :
- Penyediaan akses berkaitan erat dengan kemampuan ekonomi masyarakat, karena pendidikan memerlukan biaya yang harus ditanggung oleh setiap individu, sehingga meskipun terdapat peluang yang sama, akan selalu ada perbedaan perolehan pendidikan bagi setiap orang.
- Pelaksanaan Wajar Dikdas masih menunjukan kurang intensif karena tidak didukung oleh Undang Undang Wajib Belajar sehingga kelalaian pemerintah maupun orang tua untuk melaksanakan program Wajar tidak dapat dituntut secara hukum.
2. Pendidikan Anak Usia Dini
Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Sistem Pendidikan Nasional bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0 - 6 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka.
Pendidikan anak usia dini juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Kepedulian dan komitmen pemerintah terhadap pentingnya PAUD ditunjukan dengan diangkatnya PAUD dalam pasal tersendiri, yaitu pasal 28 Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003.
3. Pendidikan Keaksaraan FungsionalPendidikan keaksaraan adalah pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara latin agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
- Pendidikan keaksaraan dicanangkan oleh pemerintah mulai tahun 1995 di 9 provinsi. Problema penduduk buta huruf dan buta aksara di tanah air ini, sejak kemerdekaan bangsa ini diproklamasikan enam puluh tahun yang lalu, kita tak pernah berhenti untuk memberantas tiga buta ini.
- Potret masyarakat buta huruf dan buta aksara memang identik dengan kantong kemiskinan pengetahuan, keterampilan, dan keterbelakangan. Masyarakat yang mengidap penyakit tiga buta, buta aksara, buta pengetahuan umum/pendidikan dasar, dan buta bahasa Indonesia, biasanya mereka belum mengenyam pendidikan dasar atau beberapa tahun saja karena putus sekolah dasar.
Akhirnya, mari kita lihat sekeliling kita. Apakah anak-anak, pemuda, orang-orang dewasa di sekitar kita telah ikut merasakan keuntungan dengan adanya sistem "Educational for All" atau Pendidikan Untuk Semua? (HI)