Pepatah "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" dalam bahasa Jawa mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam bertindak terhadap orang lain.
Dalam budaya Jawa terdapat pepatah bijak yang berbunyi "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit". Istilah ini memiliki makna mendalam yang mengajarkan pentingnya tidak menyakiti atau melukai hati seseorang jika kita tidak ingin mendapatkan perlakuan serupa sebagai balasan. Hal itu disampaikan HM Supardi di Bogorejo, Minggu (16/7/2023).
"Pesan moral yang terkandung dalam istilah "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" itu sangat penting. Bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan baik secara etika dan hubungan sosial. Kalau kita selalu ingat falsafah ini, maka dengan sendirinya kita dapat menciptakan tepa selira dan saling mendukung dalam artian positif," ujar Mbah Pardi panggilan akrab HM Supardi.
Penuh Makna Kehidupan
Pepatah "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" dalam bahasa Jawa mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam bertindak terhadap orang lain. Makna harfiahnya adalah "Jangan mencubit bila tidak mau dicubit." Istilah ini mewakili sebuah pesan moral penting bahwa, "Kita sebaiknya tidak melakukan tindakan yang menyebabkan penderitaan atau konflik dengan orang lain jika kita ingin hidup harmonis dan damai," tutur Mbah Pardi
Masih menurut Politisi Golkar senior ini, dalam konteks etika dan hubungan sosial, istilah ini mengajarkan kita untuk berpikir sebelum bertindak.
"Harusnya, kita perlakukan orang lain dengan baik, menghormati perasaan mereka, dan tidak menyakiti hati mereka. Dengan melaksanakan prinsip ini, kita dapat menciptakan hubungan yang sehat dan harmonis dalam masyarakat, keluarga, dan lingkungan kerja," urainya.
Menurut Mbah Pardi, Budaya Jawa sangat menghargai nilai-nilai kesopanan, kebijaksanaan, dan kearifan lokal. Istilah "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" adalah salah satu dari banyak pepatah yang mengandung pesan moral yang penting dalam budaya ini. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami dan 'ngugemi' atau memegang teguh norma-norma budaya dalam berinteraksi dengan orang lain.
Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari
Pesan moral "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" memiliki relevansi yang kuat dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.
"Ya, di tempat kerja, kita dapat menerapkannya dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan atau menyakiti rekan kerja, baik secara emosional, apalagi sampai ke fisik. Dengan memperlakukan rekan kerja dengan hormat, kita ciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif," jelas Politisi yang juga Mantan Kepala Desa ini.
"Sedangkan dalam hubungan pribadi," masih kata Mbah Pardi, "Istilah ini mengingatkan kita untuk tidak menyakiti hati pasangan, keluarga, atau teman dekat kita. Sederhana saja, dengan berkomunikasi dengan penuh pengertian, kita dapat membangun hubungan yang saling menghormati dan memperkuat ikatan kita dengan orang-orang yang kita sayangi."
Selain itu, pesan moral falsafah "Ojo njiwit yen ora gelem dijiwit" juga memiliki implikasi dalam konteks sosial yang lebih luas. Dalam masyarakat, berupa nilai-nilai seperti toleransi, pengertian, dan keadilan. Dengan tidak menyakiti atau melukai hati orang lain, dapat membawa perdamaian, persatuan, dan harmoni dalam komunitas, dalam berpolitik, dalam berbangsa dan bernegara.
"Sekali lagi, istilah "Ojo njiwit nek ora gelem dijiwit" mengajarkan kita untuk tidak menyakiti atau melukai hati orang lain jika kita tidak ingin mendapatkan perlakuan serupa sebagai balasan. Meskipun balasan itu bukan dari orang yang pernah kita sakiti," pungkas Mbah Pardi. (AW)