Tak bisa dibiarkan, perlakuan tidak adil pemerintah pusat tentang DBH Blok Cepu akan ditindaklanjuti Bupati Blora.
Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman "ngegas" di rapat Koordinasi Identifikasi Eksternalitas WK Migas Cepu dalam Rangka Penentuan DBH yang Berkeadilan, di lantai 2 Bapperida, Kamis (9/10.2025).
Orang nomor satu di Blora, itu menyebut, Blora adalah lumbung energi, namun merasa diperlakukan tidak adil di Dana Bagi Hasil (DBH) Blok Cepu. Ini bukan soal meminta belas kasihan, ini adalah soal hak konstitusional.
Bupati Arief, menandaskan, agar ditinjau ulang tentang pembagian DBH tersebut, dan jika tidak ada itikad baik dan revisi kebijakan yang substansial akan mengambil langkah hukum tertinggi. Yakni, 'akan mengajukan Judicial Review ke MK.
Ini benar-benar menunjukkan sikap tegas dan serius ('ngegas') dalam memperjuangkan hak daerahnya atas Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Blok Cepu. Hal ini dipicu oleh besaran DBH yang diterima Kabupaten Blora yang dinilai tidak adil dan jomplang dibandingkan daerah tetangga, meskipun sekitar 37 persen wilayah Blora masuk dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora berencana mengajukan uji materi (Judicial Review/JR) terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut UU yang berlaku saat ini, Blora hanya dihitung sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah mulut sumur produksi, yang menyebabkan perolehan DBH-nya kecil. Padahal, Blora berargumen seharusnya diakui sebagai daerah penghasil karena memiliki porsi WKP yang signifikan.
Langkah hukum ini telah mendapatkan persetujuan dan dukungan dari DPRD Blora serta melibatkan tokoh seperti Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) untuk mengawal proses JR tersebut. Pengajuan JR ini merupakan upaya serius Pemkab Blora agar pembagian DBH Migas di masa depan dapat dilakukan secara lebih berkeadilan dan mampu memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan daerah.
Panjang lebar Bupati Arief Rohman curhat di hadapan forum Rapat Koordinasi Identifikasi Eksternalitas WK Migas Cepu dalam Rangka Penentuan DBH yang Berkeadilan yang dihadiri Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan, Bappenas, Togu Pardede, ST. itu.
Dia menyatakan, Blora yang masuk wilayah Blok Cepu ini, di persoalan Wilayah Kerja Penambangan (WKP), 37 persen, sementara sisanya Bojonegoro. Kebetulan saja yang dibuar itu Bojonegoro, meski kita tidak tahu minyaknya bisa jadi ada di Blora. ''Bisa saja khan, yang dibor itu Bojonegoro, sementara minyaknya ada di Blora,'' ungkapnya.
Meski demikian, Oke lah Bupati Arief tidak mempersoalkan masalah itu. Hanya saja Blora, menuntut agar yang 3 (tiga) persen bagian daerah perbatasan, mestinya harus dihitungnya tidak dibagi rata atau Bagito.
Disebutkan, Jombang yang tidak berbatasan langsung, Seperti Lamongan itu juga enggak berbatasan langsung, mosok pembagiannya ada kesan Bagito. Kalau tadi Tuban dapat 400, tidak persoalan, karena mendapat 3 pasal. Yakni, sebagai daerah berbatasan, Kabupaten yang satu provinsi dengan daerah penghasil, plus daerah pengolah 1 persen.
Nah dari persoalan itu semua, Blora menuntut agar pembagian yang 3 persen tersebut ditinjau ulang, jangan sampai ada kesan Bagito. Mestinya, taruhlah hitungan DBH yang berkeadilan itu paling sederhana, dihitung dari panjang batasan wilayah saja.
Karena batas wilayah Blora dengan mulut sumur itu paling dekat. Sementara, Jombang, Jawa Timur, itu 3 atau 4 kilometer, ngitungnya itu mestinya yang 3 persen itu pembagiannya berdasarkan panjang perbatasan saja lah.
'' Karena, mosok Jombang yang perbatasan 3 km, dapatnya lebih besar dari Blora. Ini dihitung dari perbatasan dengan Bojonegoro. Jadi Bojonegoro itu khan daerah penghasil, yang 3% itu pembagiannya dilihat jarak perbatasannya,'' tandas Bupati Arief.
Ini wilayah kami (Blora) itu, lanjutnya, batas wilayahnya dekat dengan Bojonegoro, nah itu Jombang, Ngawi, Madiun, yang lebih jauh dapatnya DBH kok lebih besar. Termasuk juga Lamongan. nggak ikut berjuang dapat DBH duluan.
Bupati Arief menandaskan, bahwa Blora ikut berjuang sejak awal. saat pembangunan Blok Cepu. Yang paling terkena dampak negatif itu Blora.
Dicontohkan, yang terkena dampak Blora, seperti air bengawan solo diambil, daerah-daerah Blora yang ada di wilayah Kedungtuban, sudah alami krisis air. Dan ini salah satu dampak negatif yang ditanggung Blora.
Untuk itu, kalau pembagian DBH yang tiga persen dihitung dari panjang batas wilayah, itu baru adil. Dan itu, sebenarnya formula itu dipakai, dan nah itu baru adil. ''Mosok yang paling terkena dampaknya, dapetnya DBH dibanding Jombang, dengan Lamongan, dengan Madiun, Blora kalah.''
Dikemukakan pula, Blora kemarin-kemarin sudah menyampaikan loginya pembagian DBH, hanya saja tetap tidak diluluskan. Untuk itu, sudah lah hitung aja dengan panjang perbatasan aja untuk menghitung pembagian DBH. Tidak usah menghitung dampak negatif. .
''Enggak usah menghitung dampak negatif. Kalau menghitung dampak negatifnya apa? Yang merasakannya Blora. Karena Bengawan Solo yang disedot airnya. Terus seluruh kendaraan, saat pembangunan ditempatkan di Cepu semua. Karena namanya juga Blok Cepu.''
Ketika kita bagi-bagi DBH ini, kok Blora, yang paling kecil ! Ketika disampaikan ke Menteri juga sempat ditanyakan, jangkauannya berapa? Mestinya harus dikatakan bahwa pembagian DBH saat ini tidak adil.
Dan ketika itu DBH -nya dihitung dengan adil, semua kabupaten lain tidak akan protes. Kayak Lamongan, Jombang, Madiun, dan Ngawi. Ketika diterapkan, hampir sudah dapat dua pasal, pasal provinsi penghasil sama pasal perbatasan.
Sehingga, Soal pembagiannya, dilihat mana yang paling terkena dampak. Sekarang ini kalau ada musibah di Blok Cepu, yang paling terkena dampak itu Blora, karena perbatasan paling dekat, nyebrang sungai aja sudah Blora.
Belum lagi, Bupati Arief menyebut, masih ada beberapa kawasan lain yang selama ini Blora tidak pernah menghitung. Dicontohkan, seperti Blok Gundhi, DBH nya kayak apa ? termasuk, dia usul, beberapa potensi Migas di Blora segera dieksplorasi.
Termasuk beberapa yang kita dorong juga sebenarnya yang di tempat kami yang belum dieksplorasi, mungkin segera dieksplorasi agar-agar dapat DBH -nya. ''Mestinya, pembagian DBH Mestinya ada rasa keadilan. Selama ini Cepu, Blora hanya dapat nama doang, tetapi pembagiannya belum cukup. Orang taunya Cepu itu kaya, padahal itu nama saja. Tapi yang dapat paling besar adalah Bojonegoro.
Terlepas dari itu semua, Blora tetap akan berjuang dan yang terpenting mohon dukungan dari bappenas, pemerintah agar perhitungan DBH tidak hanya dibagi roto saja.
'' Kita itu enggak enak. Jadi di daerah yang disampingnya daerah kaya. Rakyat itu enggak tahu kalau daerah yang sampingnya orang kaya. Bagaimana tidak, sebagai daerah perbatasan, orang langsung nge-zoom-nya Bojonegoro. APBD Blora, itu dibanding dengan Silpanya bojonegoro masih kalah. ''
Bertetangga dengan daerah kaya itu tidak enak lho. karena dibanding-bandingin. Bahkan untuk bangu jalan saja Blora harus ngutang. Untuk itu, Blora akan mengajukan Judicial Review, jika melakukan lobi-lobi tetap tidak berhasil.