Transformasi besar akhirnya nancep juga di tubuh BPR Bank Blora Artha. Lewat Rapat Paripurna Sabtu (15/11/2025), Bupati Blora Dr. H. Arief R...
Transformasi besar akhirnya nancep juga di tubuh BPR Bank Blora Artha. Lewat Rapat Paripurna Sabtu (15/11/2025), Bupati Blora Dr. H. Arief Rohman resmi menyetujui perubahan status lembaga keuangan daerah tersebut dari Perusahaan Umum Daerah (Perumda) menjadi Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Paripurna itu juga diikuti pimpinan DPRD Blora, namun porsi keputusan tetap berada di tangan pemerintah daerah sebagai pengusul utama penyesuaian regulasi.
Dalam sambutannya, Bupati Arief menegaskan bahwa perubahan ini bukan perkara gaya-gayaan atau iseng-iseng ganti nama, melainkan tuntutan langsung dari aturan baru di sektor keuangan.
“Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK dan POJK Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPR Syariah, maka BPR Bank Blora Artha wajib menyesuaikan diri,” ujar Bupati.
Menurutnya, nomenklatur baru ini akan menempatkan BPR milik daerah itu sebagai PT. BPR Bank Blora Artha (Perseroda) – format hukum yang dianggap lebih adaptif dengan pengawasan dan standarisasi sektor keuangan modern.
Bupati juga mengingatkan bahwa sejak berdiri berdasarkan Perda Nomor 16 Tahun 2019, BPR Blora Artha sudah berkontribusi nyata bagi kas daerah. Bahkan, hingga Tahun Buku 2023, deviden yang disetor mencapai lebih dari Rp 5 miliar.
“Ini aset daerah yang terbukti menghasilkan. Jadi ketika regulasi nasional bergerak, ya kita ikut bergerak,” imbuhnya.
Sekalian Koreksi Perda Pajak — Biar Nggak Mblenger di Lapangan
Tak hanya urusan BPR, paripurna hari itu juga mengesahkan perubahan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda Nomor 6 Tahun 2023 direvisi karena hasil evaluasi Kemendagri menemukan beberapa poin yang kudu bereskan agar linier dengan hukum yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional.
Evaluasi itu mencakup dua hal utama, yaitu :
-
Penyesuaian omzet tidak kena pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
-
Update pengaturan layanan retribusi, biar pelayanan publik tetap oke tanpa bikin masyarakat merasa terbebani.
Bupati Arief menekankan bahwa perubahan ini bukan tujuan akhir, tapi alat untuk optimalisasi penerimaan daerah tanpa bikin warga geleng-geleng kepala karena tarif yang tidak proporsional.
“Penerimaan harus naik, tapi masyarakat jangan sampai terasa berat. Itu prinsipnya,” ungkapnya.
Sinergi Pemkab–DPRD, Formal, Perlu
Meski peran DPRD disebut dalam konteks formal persetujuan raperda, Bupati Arief menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi yang berlangsung selama penyusunan regulasi tahun anggaran 2025.
“Persetujuan ini lahir berkat sinergi yang baik antara eksekutif dan legislatif,” ujar Bupati.
Pernyataan itu menutup paripurna sekaligus menandai masuknya BPR Bank Blora Artha ke era regulasi baru — era di mana setiap lembaga keuangan, termasuk yang dimiliki daerah, harus gesit menyesuaikan diri dengan ritme hukum nasional yang makin rapat pengawasannya.


